Bakat itu Unik
Oleh M Musrofi dipublikasikan pada 21 Februari, 2025
Bakat itu Unik
Bakat itu unik artinya bakat seseorang akan berbeda dengan bakat orang lain. Bahkan dalam satu keturunan pun, bakat bisa berbeda-beda. Bakat Anda bisa berbeda dengan bakat kakak Anda.
- Dr. 'Aidh Bin Abdullah Al-Qarni menulis, "Anda diciptakan dengan bakat tertentu untuk melakukan sebuah pekerjaan tertentu pula."
- Kazuo Murakami, Ph D (Ahli Genetika), mengatakan, "Setiap orang itu unik. Tidak ada dua set gen atau genom yang persis sama. Genom kita memiliki kesamaan, tetapi tidak ada dua orang yang memiliki genom yang persis sama. Perbedaannya terwujud tidak hanya pada wajah atau penampilan seseorang, tetapi juga pada sifat dan kemampuan."
- Dale Carnigie mengingatkan betapa spesialnya diri kita. Tiap-tiap kita adalah sesuatu yang sama sekali baru di muka bumi ini. Tidak ada seorang pun yang pernah ada dan yang akan ada persis seperti kita.
Kalau mau jujur, seringkali terungkap dalam hati orang tua, misalnya,"Anakku sebenarnya jago sepak bola, dan mungkin kurang jago dalam matematika. Tetapi bagaimana caranya menyiasati hal ini? Karena kebetulan yang dinilai di sekolah adalah pelajaran matematika, bukan sepak bola."
Intinya adalah setiap potensi unik anak menjadi terpendam oleh karena kurangnya fasilitas dan dukungan moril untuk mengasah potensi unik setiap anak didik. Untuk mengasah potensi unik setiap anak didik dapat dilakukan pada aktivitas ekstra kurikuler di sekolah.
Oleh karena itu, sebaiknya aktivitas ekstra kurikuler di sekolah adalah aktivitas yang juga perlu dibuat rencana dan program yang jelas-berkesinambungan. Maka aktivitas ekstra kurikuler bisa menjadi wadah pengenalan dan pengembangan potensi unik setiap anak didik.
Menyikapi Keunikan Potensi Anak
Kita sebagai guru dan orang tua seringkali lupa bahwa seorang anak memiliki keunggulan yang berbeda dengan anak yang lain. Bahkan dalam sebuah keluarga, kakak bisa sangat berbeda dengan adiknya. Kelupaan kita itu muncul, ketika kita membandingkan antara satu anak dengan anak yang lain, dengan ukuran yang sama. Dalam hal ini terutama ukuran dalam hal prestasi akademik di sekolah.
Mari kita ambil sebuah contoh dari kasus nyata:
- Seorang bapak mengeluh bahwa dua anaknya sangat berbeda. Anak yang besar, kelas 1 SMA, sangat banyak temannya, suka naik gunung, dan susah kalau membaca buku. Dia ini sewaktu lulus dari SMP, ranking ketiga dari bawah. Semantara adiknya adalah orang yang kutu buku. Ia pendiam, tenang, teratur, tidak suka "keluyuran", dan ranking pertama paralel kelas 1 SMP.
- Bagaimana bila kedua anak itu dibandingkan dengan ukuran prestasi akademik di sekolah? Tentu, si adik yang lebih unggul. Kemudian, si kakak diminta supaya meniru perilaku adiknya. Di sinilah barangkali kekeliruan besar yang dilakukan oleh banyak orang tua. Apa yang kemudian terjadi? Si bapak bercerita bahwa anaknya yang besar tadi seringkali "berpura-pura belajar (membaca buku)": Si anak juga merasa bodoh. Dia pernah mengatakan bahwa dia anak masuk ke jurusan IPA saat naik ke kelas 2 SMA nanti, "supaya kelihatan pintar."
- Ketika kita mencoba membandingkan dengan alat ukur yang sama terhadap anak-anak yang memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda, maka sebenarnya kita telah mencoba menghilangkan kelebihan salah satu anak; dan membuat anak menjadi tertekan. Tidak hanya itu, kita (orang tua dan guru) juga merasa tertekan, sampai-sampai sering kita dengar,"Sudah berbagai cara saya tempuh, tetapi anak itu tidak bisa berubah, masih juga tidak mau belajar."
- Anak-anak tumbuh dan berkembang dengan cara yang berbeda. Sementara jalur perkembangan mereka mungkin juga berbeda. Sebagian mungkin bagus bila berada pada jalur akademik. Mungkin setelah besar nanti mereka akan menjadi doktor atau profesor. Sementara yang lain, mungkin berada pada jalur non akademik: seorang pengusaha hebat, seorang musisi hebat, atau mungkin seorang penulis novel hebat.
Ada anak yang mungkin memiliki prestasi akademik di sekolah yang bagus dan juga hebat dalam bermain musik. Ini bisa kita ambil contoh Purwatjaraka. Beliau ini hebat di bidang akademik, karena beliau ini adalah lulusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung. Begitu juga Lula Kamal, yang seorang dokter sekaligus artis; begitu juga dengan Tompi, dokter sekaligus penyanyi.
Tetapi ada anak yang memang lebih condong hanya hebat di luar prestasi akademik. Kalau orang yang sudah dewasa, mungkin kita bisa ambil contoh Thukul. Beliau hebat sebagai pelawak, tetapi tidak memiliki titel akademik. Bob Sadino, adalah pengusaha hebat, tetapi hanya lulusan SMA, tidak bertitel sarjana.
Intinya adalah marilah keyakinan kita terhadap keunikan potensi masing-masing anak juga dibarengi dengan sikap dan cara pandang yang berbeda terhadap perkembangan anak. Bagaiamana cara mengenali keunikan potensi anak? Bacalah Cara Mengenali Bakat Bawaan.
Referensi
- Tulisan di atas, diambil dari buku penulis (M Musrofi) yang berjudul "Sukses Akademik dan Sukses Bakat", Penerbit Elex Media, Gramedia Group, Jakarta, 2016.